"Kebaikan itu tak selamanya lembut dan manis, terkadang ia kasar dan pahit untuk ditelan"

Kenangan Swanting



Assalamu'alaikum wr wb....Sebenarnya nggak ada niat buat menuliskan hal ini, namun setelah Aku membaca tulisan dari si Ujeng, Aku merasa tertarik untuk menuliskannya. Awalnya rencana naik gunung merbabu itu muncul hanya dari perbincangan ringan dengan mbak Bro, ketika itu dia ngomongnya tanggal 15 Juni 2015 persis setelah kita turun dari gunung Prau Wonosobo.  Dia mengatakan, “ Mas Mif, pokoknya besok setelah aku KKN, aku pengen  diajak naik gunung lagi!.” Kondisi itu kita ngobrol di motor dalam perjalanan pulang ke Jogja, kalian pasti pernah merasakan bagaimana ngobrol dengan orang yang dibonceng. Suara yang terdengar tidak terlalu jelas, atau bisa juga dibilang samar-samar, entah itu karena aku yang terlalu berkonsentrasi dalam mengemudi atau memang suara itu kalah saing dengan suara-suara jalanan. Singkat kata aku hanya mengiyakan apa yang dikatakan oleh mbak Bro. Kemudian kata “iya“ itu menjadi janji yang harus aku tepati.  Tanpa terasa waktu berlalu dengan begitu cepat, aku melihat di Facebook mbak bro udah mulai KKN. Saya pikir dia sudah  melupakan tentang janji naik gunung, karena memang selang waktu antara janji itu dengan masa KKN mbak Bro lumayan lama. Dan juga saya tidak pernah berkomunikasi apapun dengan mbak Bro (takut dia nagih janji). Ternyata apa yang saya pikirkan itu salah, selang beberapa saat setelah dia penarikan KKN dia menghubungi saya. Dia mengatakan dalam SMSnya, “ Mas Mif, nggak lupa dengan janjinyakan?”. Lama saya tidak membalas SMS tersebut, hal itu bukan karena tidak ada pulsa tapi saya berusaha mengulur waktu, sambil berharap mbak Bro berubah pikiran. Kemudian setelah melalui berpikir keras aku mulai membalas SMS itu, namun balasan dari SMS itu hanya mendeskripsikan tentang kesulitan-kesulitan dalam mendaki gunung (karena masih berharap dia akan membatalkan niatnya….hehe).  Beberapa kali SMS, intinya mbak Bro tetap bersikukuh ingin naik gunung. Sepertinya memang tidak ada jalan lain selain menepati janji ini, pikirku. Setelah itu barulah aku memikirkan gunung yang cocok untuk itu. Beberapa kali sharing dengan teman dan browsing di internet, aku menetapkan untuk menepati janjiku di Gunung Merbabu via jalur Swanting.  Aku sadar bahwa jalur ini tidak cocok untuk pendaki newbie, tapi aku pikir tidak masalah, kan janjinya cuma naik gunung (nggak harus sampai puncak…haha).Hal lain yang membuatku memilih jalur Swanting adalah karena akses kendaraan menuju basecampnya tergolong dekat dan mudah.
Udah, biar cepet ceritanya…sampailah pada pembahasan tenggal pendakian, mbak Bro mengusulkan tanggal-tanggal di bulan Maret, namun karena kesibukan masing-masing pendakian diundur sampai bulan April. Sampailah pada pengfixkan tanggal 9-10 April. Saat itu masih ada waktu tiga minggu lebih untuk mempersiapkan pendakian.  Saya berikan pesan kepada mbak Bro tentang barang apa saja yang perlu bibawa, dan persiapan fisik jangan lupa. Rentang waktu itu saya tidak terlalu memikirkan mereka, karena tiga minggu bukan waktu yang sebentar untuk ditunggu. Semua kemungkinan bisa saja terjadi, kemungkinan terbaik adalah jika mbak Bro tidak berhasil mengumpulkan partner untuk mendaki. Barulah setelah H-2 saya menghubungi mbak Bro untuk memastikan bahwa pendakian ini jadi atau tidak, lama tidak ada balasan, aku merasa sangat senang, karena ini pertanda bahwa pendakian akan di cancel. Belum selesai rasa senangku (huuf....nasehat supaya jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan....hehe), tiba-tiba balasan dari mbak Bro datang, dia mengatakan, “jadi, mas Mif”. “ Haduh…..” gumamku, nggak jadi senengnya. Barulah waktu yang tersisa sebelum pendakian itu aku gunakan untuk mempersiapkan fisik, karena kalo persiapan logistik, pasti ibu-ibu udah overload.  Tepat pukul 10.00 wib sesuai waktu yang disepakati kita berkumpul di kostnya mbak Bro. Bukan Indonesia namanya kalo kita nggak molor, akhirnya dengan segala drama penantian itu, mulai berdatangan pesertanya satu persatu. Mulai dari yang pertama datang setelah Aku adalah Farah Hilmi (mantan tetangga PERSADA), setelah itu Anisa Wilujeng (mantan pradana putri di Dewan Ambalan SMA), kemudian disusul Toda dan Sulimah (sudah janjian kayaknya mereka), yang terakhir dan paling lama adalah mbak Bro (padalah ketuanya lho…..). setelah lengkap semua barulah sekitar pukul 11.30 wib kita berangkat menuju basecamp Swanting.
Perjalanan dari kost mbak Bro ke Basecamp Swanting kira-kira membutuhkan waktu 2 jam itu sudah include istirahat, sholat, sama nungguin Ujeng, farah,  Sulimah dan Toda yang keblabasan belok.  Sampai basecamp kita langsung makan, karena ternyata ada yang sudah kelaparan dari jogja belum makan (siapa ya….?). Setelah selesai makan kita langsung prepare alat dan mendengarkan penjelasan dari teman-teman basecamp tentang track pendakian jalur Swanting. Mereka menjelaskan tentang tempat-tempat yang harus kita beri salam sebagai penghormatan kepada yang “punya rumah”. Hal inilah yang saya rasa penting, karena sopan santun menjadikan manusia itu “manusia”. Sebagaimana kita ingin dihormati, maka kita pun harus menghormati. Kita tidak ingin disakiti, maka kita pun jangan menyakiti. Apabila kita tidak ingin hak kita diambil orang lain, maka kita pun jangan mengambil hak milik orang lain. Baik lanjut ke pendakian, pendakian kita mulai pukul 14.30 wib. Biasa sebelum kita melakukan segala aktivitas, maka alangkah lebih baiknya kita mulai dengan doa. Maka sore yang agak lumayan mendung itu pun menjadi saksi perjalan kami. Sebelum mulai pendakian aku sengaja mengatakan kepada mereka bahwa kita akan membuat tenda di pos 3 (pos yang dekat puncak).  Karena masih awal mereka pun mengatak iya dengan sangat semangat. Selang beberapa menit berjalan hujanpun mulai turun menyapa kami, inilah hal yang selalu aku rindukan ketika naik gunung. Hujan adalah sebuah kenikmatan bagi para pendaki yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Hujan memberikan keseruan pendakian, tubuh basah, jalan licin, memberikan sebuah keseruan dalam perjalanan. Kalian mungkin pernah merasakan bagaimana sensasinya kepleset sampai puluhan kali. Hingga pakaian kalian berubah warna menjadi coklat, karena penuh cat tanah liat. Atau mungkin kalian berkompetisi dengan teman sesama pendaki untuk banyak-banyakan kepleset. Baiklah mungkin cerita tentang keplesetnya udah dulu kita lanjut ke cerita pendakian.
Tepat  ketika hujan mulai turun, salah satu dari mereka ada yang mengeluhkan dengan beratnya barang bawaan. Karena tidak ingin mengambil resiko, aku pun membuka tasnya. Rupanya hasilnya mencengangkan, tasnya si Farah isinya full makanan dan pakaian (mau piknik berapa minggu ini…hehe).  Melihat barang yang begitu banyak, menandakan beban yang ia bawa tidaklah ringan. Namun jika melihat tubuh farah yang bisa dibilang agak besar, aku pikir beban itu pasti ringan jika menurut dia. Hanya mungkin dia butuk beberapa waktu untuk bisa beradabtasi dengan hal itu. Sehingga sambil menunggu dia beradaptasi, aku membantunya membawakan sedikit barang bawaannya. Agar perjalan bisa dilanjutkan dengan lebih cepat.  Namun ternyata sama saja, jalan kita masih lambat banget. Tapi tidak apalah, yang penting terus berjalan. Karena aku yakin jika yang penting itu niat yang benar, soal sampai puncak atau tidak itu urusan nanti. Pendakian itu bukan bicara tentang seberapa kuat kita berjalan, tapi seberapa sabar kita menahan lelah dan tentunya yang terpenting adalah pertolongan dari Allah. Berapa banyak pendaki yang padahal rombongannya laki-laki semua, tubuhnya juga terlihat kuat semua, tapi karena Allah tidak berkehendak, ada saja halangan yang membuat mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan. Namun berapa banyak orang yang dianggap lemah, newbie tapi karena Allah berkehendak, akhirnya mereka bisa sampai puncak, meskipun diiringi peluh keringat dan air mata. Singkat cerita sampailah kita berenam di puncak Swanting.

Memang perjalanan yang aku rasakan tidaklah mudah, namun melihat kesungguhan mereka dan solidaritas mereka aku merasa sangat bangga. Sehingga mata yang harusnya sudah istirahat tidur rela berjaga sampai pagi. Rasa ngantuk yang terus menyerang seakan terkalahkan dengan gemuruh hati menyaksikan mereka para perempuan hebat yang berjuang demi melampaui batas diri mereka sendiri. Lelahnya kaki dan pundak sudah lama pergi diusir olah rasa kagum melihat kesabaran dan kerja sama mereka. Terlalu banyak rasa yang tidak bisa diungkapkan dari semua kejadian itu, yang pasti aku bangga pada kalian berlima Anisa Wilujeng, Farah Hilmi, Ifni Arifah, Sulimah, Toda. 

Mungkin ceritaku hanya sampai disini dulu, untuk lebih lengkapnya baca ceritanya si Ujeng. Kenangan ini tidak akan pernah hilang dari memori, hanya mungkin akan tertutup oleh kisah-kisah lain. Namun ketika kita ingin mengenangnya, cukup pejamkan mata, maka kenangan itu akan hadir dalam pikiranmu dan membawamu kembali bersamanya.

Sekian Terimakasih....

0 komentar:

Post a Comment