Nasehat seorang anak kecil
Dakwah
itu adalah nasehat, agama itu adalah nasehat, nasehat bagi manusia untuk dapat
berubah dari yang kurang baik menjadi yang lebih baik. Namun sejalan dengan
perkembangan dunia pendidikan yang mengajarkan ilmu dakwah, ilmu komunikasi,dll.
Sehingga tidak sedikit orang yang mampu berdakwah “ menasehati “ namun hanya
sebatas menasehati dengan lisan. Tanpa
ada kesadaran dari diri penasehat untuk memberikan contoh sesuai dengan apa
yang ia nasehatkan.
“Menasehati
dengan lisan lebih mudah dari pada menasehati dengan perbuatan” kiranya itulah
kata yang tepat untuk mengingatkan mereka yang hanya pandai beretorika kata namun
bodoh dalam memberika tauladan. Dia pandai menasehati orang lain namun ia tidak
bisa menasehati diri sendiri. Dia bisa melihat bakteri di seberang lautan namun
gajah yang di pelupuk matanya ia tidak tampak. Parahnya lagi jika orang yang
demikian juga keras kepala, tidak mau menerima nasehat orang lain, merasa
dirinyalah yang paling benar dan meremehkan orang lain.
Tidak
semua orang yang memberikan nasehat itu dapat dijadikan contoh. Banyak sekali
orang- orang yang berdakwah, memberikan sebuah nasehat dan wasiat untuk berbuat
kebaikan namun apa yang ia lakukan justu berlawanan dengan apa yang ia
sampaikan dalam dakwahnya. Hal inilah yang terkadang membuat orang- orang
memandang mereka hanyalah orang- orang
yang sok suci . Banyak sekali contoh
yang dapat kita temukan dalam kehidupan sehari- hari perihal orang yang memberi
nasehat namun orang yang diberi nasehat justru mencemooh dan mangabaikannya.
Sebuah
cerita yang semoga dapat kita ambil pelajaran bersama, “ seorang anak kelas 3
SD yang waktu pelajaran di kelas, dijelaskan oleh gurunya tentang wajibnya
menjalankan ibadah sholat berjama’ah. Ketika itu ia tertarik, kemudian di
menanyakan banyak pertanyaan tentang sholat berjama’ah dan ibu gurunya pun
dengan sabar menjawab semua pertannyaannya. Singkat cerita, ketika anak
tersebut mengetahui banyak tentang wajibnya sholat berjama’ah dan berbagai
keutamaan yang terkandung di dalamnya. Anak itupun bertekad untuk terus
melaksanakan sholat berjama’ah. Sepulang
sekolah, yang biasanya dia langsung pergi bermain, hari itu ia tidak pergi
bermain melainkan ia gunakan untuk tidur siang ( karena dia berniat untuk dapat
bangun sholat subuh berjama’ah). Selesai sholat magrib ia mengaji di kamar dan
ketika terdengar kumandang adzan isya ia bergegas mengambil air wudlu dan pergi
kemasjid. Kedua orang tuanyapun merasa heran dengan perubahan anaknya tersebut,
karena sudah lama sekali keluarga ini meninggalkan perintah agamanya terutama
sholat. Selesai makan malam, sang anak minta kepada ibunya agar nanti subuh
dibangunkan, ibunya pun dengan nada berat menyanggupi permintaan putra semata
wayangnya tersebut. Singkat cerita ketika waktu subuh tiba, ia mengambil air
wudhu dan keluar pintu rumah. Angin malampun menyambutnya dengan hawa dingin
yang menambus kulit karena terkombinasi dengan air wudlu. Gelapnya malampun
menjadikannya merasa takut untuk berjalan sendiri menuju masjid. Terdiam didepan
pintu dan menunggu ada seseorang yang juga hendak menuju masjid,merupakan
pemikiran cerdas anak ini. Kemudian dari kejauhan terlihat seorang kakek- kakek
yang juga hendak menuju ke masjid, lalu
anak itupun berjalan dibelakang kakek tersebut. Begitu pula pada malam- malam
selanjutnya. Hingga pada suatu subuh sang kakek yang ditunggu- tunggu tidak
lewat, kemudian ia pun memberanikan diri untuk pergi ke masjid sendiri.
Keesokan harinya ia mendapat kabar bahwa sang kakek yang setiap subuh ia ikuti
pergi ke Masjid telah meninggal dunia. Sang anak pun menangis sangat lama
hingga kedua orang tuanya menjadi bingung. Ayahnya pun mencoba bertanya mengapa
ia menangis, sang anak menjelaskan bahwa ia menangisi seorang kakek yang
meninggal di dekat rumahnya. Sang ayah yang pun berkata, “ kakek itu bukalah
siapa- siapa kita kenapa harus kamu tangisi ?, Sang anak dengan nada marah
menjawab pertanyaan ayahnya itu,” kenapa tidak ayah saja yang meninggal. Ayah
tidak pernah mengajari ataupun mengajakku untuk beribadah kepada Allah SWT,
tetapi kakek itulah yang selalu aku ikuti setiap aku hendak pergi kemasjid
untuk sholat subuh”. Sepontan jawaban dari anak tersebut menggetarkah hati
kedua orang tuanya yang sekian lama telah lalai dari mengingat Allah. Lantas
mereka berduapun bertekat untuk bertaubat dan membenahi kehidupan keluarga
mereka yang selama ini serasa hampa dengan kebahagian ruhani. Meskipun
kebutuhan dunianya terpenuhi bahkan lebih- lebih, namun jauhnya hati dengan penciptanya
menjadikan pemiliknya hidup dalam kehampaan dan kesunyian.”
Terkadang
tauladan itu tidaklah harus dari seorang yang lebih tua dari kita,lebih pandai
dari pada kita, karena tauladan itu senatiasa diajarkan oleh Allah melalui
hamba- hambanya yang bersih hatinya. Terserah kita jujur mensikapinya ataukah
justru menjadikan ego kita sebagai tembok tebal yang menolak hidayah tersebut.

0 komentar:
Post a Comment